Judul : PENYELESAIAN
SENGKETA MELALUI ARBITRASE DALAM INVESTASI PERDAGANGAN
Pengarang : Soemali, SH.,
MHum.
Lidia Noor Yulyanti
Sumber : http://ejournal.narotama.ac.id/files/04%20Jurnal%20Hukum-April%202010%20_SOEMALI_.pdf
Penyelesaian sengketa melalui
arbitrase dalam investasi perdagangan ditinjau
dari Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999
Menurut Black's Law Dictionary: "Arbitration.
an arrangement for taking an abiding by the judgement of selected persons in
some disputed matter, instead of carrying it to establish tribunals of justice,
and is intended to avoid the formalities, the delay, the expense and vexation
of ordinary litigation". Istilah arbitrase (arbitrage = arbitration) berasal
dari bahasa Latin, yakni arbitrariyang berarti suatu penyelesaian atau
pemutusan sengketa oleh seorang hakim (arbitrator) atau para hakim (arbitrator)
berdasarkan persetujan bahwa mereka tunduk dan mentaati keputusan yang
diberikan oleh hakim atau para hakim yang mereka pilih atau tunjuk tersebut. H.M.N.
Putwosutjipto menerjemahkan istilah arbitration(Inggris) atau
arbitrage(Belanda) dengan perwasitan. Kemudian perwasitan itu didefinisikan
sebagai suatu peradilan perdamaian dimana para
pihak bersepakat agar perselisihan mereka tentang hak pribadi yang dapat mereka
kuasai sepenuhnya diperiksa dan diadili oleh hakim yang tidak memihak, yang
ditunjuk oleh para pihak oleh hakim yang tidak memihak, yang ditunjuk oleh para
pihak sendiri dan
putusannya mengikat kedua belah pihak.
Arbitrase menurut Subekti diartikan sebagai
berikut: “Arbitrase adalah penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang
hakim atau para halim berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada
atau mentaati keputusan yang diberikan oleh hakim atau para hakim mereka pilih
atau tunjuk tersebut”.Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 30 Tahun 1999 mengartikan
arbitrase sebagai berikut: “Arbitrase adalah carapenyelesaian suatu sengketa
perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada Perjanjian Arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”. Memperhatikan
definisi arbitrase sebagaimana tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa
arbitrase merupakan suatu bentuk penyelesaian sengketa di luar peradilan umum, didasarkan
perjanjian, yang dibuat secara tertulis, oleh para pihak yang bersengketa.
Perihal arbitrase,
terdapat tiga hal yang dapat dikemukakan dari definisi perjanjian
arbitrase, di antaranya:
1.
perjanjian arbitrase merupakan salah satu bentuk perjanjian;
2.
perjanjian arbitrase harus dibuat dalam bentuk tertulis;
3. perjanjian tersebut ditujukan untuk
menyelesaikan sengketa yang dilaksanakan di luar peradilan
umum.
Penyelesaian perkara perdata melalui lembaga
peradilan tidak cukup hanya pada lembaga peradilan dalam arti Pengadilan Negeri
saja, karena jika dengan putusan peradilan tingkat pertama tersebut terdapat
pihak yang merasa dirugikan, dapat mengajukan upaya hukum pada peradilan yang
lebih tinggi yaitu upaya banding pada Pengadilan Tinggi. Jika putusan
Pengadilan Tinggi tersebut mengakibatkan salah satu pihak merasa keberatan
karena dirugikan, maka dapat mengajukan upaya hukum kasasi pada Mahkamah Agung,
dan demikian juga jika salah satu pihak merasa keberatan terhadap putusan
Mahkamah Agung pada tingkat kasasi, dapat mengajukan upaya hukum peninjauan
kembali pada Mahkamah Agung. Pada kondisi yang demikian tentunya penyelesaian
melalui lembaga peradilan memerlukan waktu yang cukup lama, tentunya juga
menyangkut masalah biaya dan tenaga yang tidak sedikit jumlahnya. Hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sudargo Gautama, bahwa para pedagang pada umumnya
takut untuk berperkara bertahun-tahun lamanya. Tentunya banyak biaya yang harus
dikeluarkan sebelum dapat diperoleh suatu putusan dengan kekuatan pasti (enforceable),
artinya dapat dijalankan melalui eksekusi. Oleh karena itu tentunya penyelesaian
melalui lembaga peradilan khususnya bagi para pedagang kurang diminati, sesuai
pula dengan yang dikemukakan oleh Ridwan Khairandy bahwa pada perkembanganya,
terutama menyangkut masalah transaksi (kerjasama) bidang dagang internasional,
penyelesaian sengketa melalui pengadilan kurang begitu diminati oleh pihak-pihak
yang bersengketa. Hal ini disebakan oleh adanya beberapa faktor, di antaranya:
1. lamanya
proses beracara dalam persidangan penyelesaian perkara perdata;
2. lamanya
penyelesaian sengketa dapat pula disebabkan oleh panjangnya tahapan penyelesaian
sengketa,
3. lama dan
panjangnya proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan tersebut tentunya
membawa
akibat
yang berkaitan dengan tingginya biaya yang diperlukan;
4. sidang
pengadilan di Pengadilan Negeri dilakukan secara terbuka, padahal disisi lain kerahasiaan
adalah
sesuatu yang diutamakan di dalam kegiatan dagang;
5.
seringkali hakim yang menangani atau menyelesaikan sengketa dalam dagang
kurang menguasai
substansi
hukum sengketa yang bersangkutan atau dengan perkataan lain hakim dianggap
kurang
profesional,
dan
6. adanya
citra yang kurang baik terhadap dunia peradilan Indonesia.
Penyelesaian sengketa dagang dapat dilakukan di
luar lemabaga peradilan yaitu penyelesaian dengan menggunakan jasa arbitrase
(non litigasi). Pada umumnya pengusaha
asing lebih senang menyelesaikan sengketa melalui lembaga arbitrase, dengan
pertimbangan:
Pertama,
pengusaha asing lebih suka menyelesaikan sengketa melalui perjanjian arbitrase
di luar negeri karena menganggap sistem hukum dan pengadilan setempat asing
bagi mereka.
Kedua,
pengusaha-pengusaha negara maju beranggapan bahwa hakim-hakim negara berkembang
tidak menguasai sengketa-sengketa dagang yang melibatkan hubungan-hubungan
niaga dan keuangan internasional yang rumit.
Ketiga,
pengusaha negara maju beranggapan penyelesaian sengketa melalui pengadilan akan
memakan waktu yang lama dan ongkos yang besar, karena proses pengadilan yang panjang
dari tingkat pertama sampai dengan tingkat Mahkamah Agung.
Keempat,
keengganan pengusaha asing untuk menyelesaikan sengketa di depan Pengadilan
bertolak dari anggapan bahwa Pengadilan bersifat subjektif kepada mereka, karena
sengketa diperiksa dan diadili berdasarkan bukan hukum negara mereka, oleh hakim
bukan dari negara mereka.
Kelima,
penyelesaian sengketa di Pengadilan akan mencari siapa yang salah dan siapa yang
benar, dan hasilnya akan dapat merenggangkan hubungan dagang antar mereka.
Keenam,
penyelesaian sengketa melalui perjanjian arbitrase tertutup sifatnya, sehingga tidak
ada publikasi mengenai sengketa yang timbul. Publikasi mengenai sengketa suatu yang
tidak disukai oleh para pengusaha.
Dengan kondisi sebagaimana di atas, penyelesaian
melalui lembaga arbitrase mempunyai kelebihan-kelebihan jika dibandingkan
dengan penyelesaian melalui jalur peradilan umum. Kelebihan tersebut di
antaranya adalah:
a. dijamin kerahasiaan sengketa para pihak;
b. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan
karena hal proseduran dan administrasi;
c. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut
keyakinannya mempu-nyai pengetahuan, pengalaman
serta
latar belakang yang cukup menge-nai masalah yang disengketakan, jujur dan adil;
d. para pihak dapat memilih hukum apa yang akan
diterapkan untuk menyelesaikan masalahnya serta
proses
dan tempat penyelenggaraan arbitrase;
e. putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat
para pihak dan dengan melalui tatacara
(prosedur)
yang sederhana saja ataupun lang-sung dapat dilaksanakan.
Arbitrase merupakan salah satu alternatif diantara
sekian banyak alternatif forum penyelesaiann sengketa dagang. Arbitrasetermasuk
dalam model penyelesaian sengketa yang bersifat non ligitigasi(out of court
dispute settlement). Selain arbitrase, terdapat pula berbagai alternatif
penyelesaian sengketa dagang secara non litigasi, antara lain meliputi:
negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan lain sebagainya. Di antara berbagai model penyelesaian
sengketa non litigasitersebut, maka
arbitraseyang memiliki ciri tersendiri yang tergolong unik. Di satu
pihak, arbitrasetermasuk sebagai model non litigasi, oleh karena menyangkut
penyelesaian sengketa dagang di luar lembaga peradilan atas dasar kesukarelaan
para pihak. Para pihak yang bersengketa memiliki otonomi luas (party autonomie)
dalam dan menentukan forum, aturan, prosedur, arbitrase, dan lain sebagainya
yang dianggap sesuai dengan kehendak bersama para pihak. Termasuk adanya prinsip
“private and confidential” yang merupakan ciri yangpaling litigasi. Di pihak
lain, putusan yang telah dihasilkan melalui proses arbitrase bersifat final dan
mengikat (final and binding) sehingga putusannya dimungkinkan untuk
dilaksanakan sebagaimana layaknya sebagai putusan lembaga peradilan (enforceable).
Putusan arbitrase yang bersifat final dan mengikat memberikan penyelesaian
sengketa dagang yang efektif dan efisien kepada pihak yang bersengketa. Selain
dari pada itu, dengan dimungkinkannya pelaksanaan putusan arbitrase melalui lembaga
peradilan memberikan efek kepastian hukum kepada pihak yang bersengketa.
Menurut. Subekti bagi dunia perdagangan atau
bisnis, penyelesaian sengketa lewat arbitrase atau perwasitan, mempunyai
beberapa keuntungan yaitu bahwa ia dilakukan :
a) dengan cepat;
b) oleh ahli dari;
c) secara rahasia.
Sementara itu Purwosutjipto mengemukakan arti
pentingnya peradilan wasit (arbitrase) adalah: Penyelesaian sengketa dapat
dilaksanakan dengan cepat. Para wasit terdiri dari orang-orang ahli dalam
bidang yang dipersengketakan, yang diharapkan mampu membuat putusan yang
memuaskan para pihak. Putusan akan lebih sesuai dengan perasaan keadilan para
pihak. Putusan peradilan wasit dirahasiakan, sehingga umum tidak mengetahui
tentang kelemahan-kelemahan perusahaan yang bersangkutan. Sifat rahasia pada
putusan perwasitan inilah yang dikehendaki oleh para pengusaha. Namun Lembaga
arbitrase masih memiliki ketergantungan pada pengadilan, misalnya dalam hal
pelaksanaan putusan arbitrase, ada keharusan untuk mendaftarkan putusan arbitrase
di pengadilan negeri. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga arbitrase tidak mempunyai
upaya pemaksa terhadap para pihak untuk menaati putusannya.
Apabila hubungan dagang terjadi suatu sengketa,
penyelesaian sengketa dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, di antaranya: 1)
model penyelesaian sengketa dagang dilakukan oleh dan melalui lembaga peradilan
(in court dispute settlement), 2) model penyelesaian sengketa dagang dilakukan
di luar lembaga peradilan (out of court dispute settlement), yang masing-masing
mempunyai karakteristik dan konsekuensi yang berlainan.
Apabila memperhatikan uraian di atas dapat
dijelaskan bahwa dasar penunjukkan lembaga arbitrase oleh para pihak dalam
hubungan dagang adalah kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak dagang tersebut.
Hal ini mengandung maksud bahwa penunjukkan penyelesaian sengketa dagang oleh
lembaga arbitrase harus dicantumkan secara jelas dalam klausula dagang, sejalan
dengan asas yang terkandung dalam kebebasan berkontrak, yaitu semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya (Pasal 1338 angka 1 KUH Perdata). Perihal arbitrase, terdapat tiga
hal yang dapat dikemukakan dari definisi.
Arbitrase
sebagai bentuk perjanjian yang dibuat antara pihak-pihak yang terlibat dalam
perdagangan baik nasional maupun internasional, maka harus dibuat memenuhi syarat
subjektif dan syarat objektif.
Syarat subjektif perjanjian arbitrase, selain
perjanjian harus dibuat oleh pihak-pihak yang telah cakap bertindak dalam hukum
dan sepakat antara kedua belah pihak, perjanjian tersebut harus dibuat oleh
pihak-pihak yang demi hukum dianggap mempunyai kewenangan untuk membuat
perjanjian. Para pihakyang membuat perjanjian arbitrase tidak dibatasi hanya
untuk subjek hukum menurut hukum perdata, melainkan juga termasuk di dalamnya
subjek hukum publik. Meskipun sebagai salah satu pihak adalah subjek hukum
publik, tidaklah berarti arbiter dapat mengadili segala sesuatu yang
berhubungan dengan hukum publik. Sengketa yang melibatkan subjek hukum publik
diselesaikan melalui arbitrase yang sifatnya terbatas.
Syarat objektif perjanjian arbitrase atau dalam hal
ini adalah sengketa yang akan diselesaikan di luar pengadilan melalui lembaga
arbitrase (dan atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya) hanyalah
sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan
peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Objek
perjanjian arbitrase (sengketa yang akan diselesaikan di luar pengadilan
melalui lembaga arbitrase dan atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa
lainnya) menurut Pasal 5 ayat 1 UU Arbitrase hanyalah sengketa di bidang perdagangan
dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai
sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
Adapun kegiatan dalam bidang perdagangan itu antara
lain: perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industri dan hak milik
intelektual. Sementara itu ayat 5 (2) UU Arbitrase memberikan perumusan negatif
bahwa sengketa-sengketa yang dianggap tidak dapat diselesaikan melalui
arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat
diadakan perdamaian sebagaimana diatur dalam B.W. Buku III bab kedelapan belas
Pasal 1851 s/d 1854.
Penyelesaian perselelisihan melalui arbitrase
adalah institusi hukum alternatif bagi penyelesaian sengketa di luar lembaga
pengadilan. Sebagian pengusaha lebih suka menyelesaikan sengketa yang timbul di
antara mereka melalui perjanjian arbitrase dari pada pengadilan. Pengusaha
asing lebih suka menyelesaikan sengketa melalui perjanjian arbitrase di luar
pengadilan karena menganggap sistem hukum dan pengadilan setempat asing bagi
mereka. Oleh karenanya bisa saja negara yang bersangkutan mempunyai prasangka
yang jelek terhadap sistem hukum negara di mana modal akan ditanamkan,khususnya
yang menyangkut masalah kepastian hukum dan keadilan serta kredibilitas hakim
penyelesaian sengketa tersebut. Oknum-oknum yang cenderung mempersulit proses
pencarian keadilan, peradilan yang ada di Indonesia saat ini dianggap kurang dapat
memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat dijelaskan
bahwa penyelesaian masalah secara arbitrase di Indonesia berkembang setelah
diundangkannya UU No. 30 Tahun 1999. Penyelesaian melalui arbitrase banyak
dipilih karena sifat kerahasiaannya dan waktu yang dibutuhkan jauh lebih pendek
bila dibandingkan dengan penyelesaian melalui peradilan umum. Selain itu
penyelesaian melalui arbitrase lebih menjaga kerahasiaan pihak-pihak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar